Menulis dengan Bahagia
- tri sintarini
- Jul 14, 2017
- 2 min read

Saya sudah menyadari minat saya menulis sejak duduk di bangku kelas 2 SMP, disana saya tiba-tiba saja tergelitik untuk menulis sebuah cerita pendek yang mengajak saya berimajinasi dengan liar, bebas tanpa batas dan suka-suka. Tanpa sadar cerita-cerita fiksi itu bertumpuk dan selalu saya print untuk saya baca. Namun saat itu saya masih malu menunjukkan karya saya kepada orang lain, namun geliat untuk diterbitkan terus memuncak tapi saya tahu karena saya belum mempunyai pembaca.
Ketika tahun 2005 saya mengikuti kursus workshop menulis novel disitu merupakan pertama kalinya saya merasakan berhasil membuat satu cerita utuh. Kesulitannya seperti membuat sebuah karya akhir alias skripsi! Saya sudah berani mencetaknya dan menjilid, meminta teman-teman untuk membacanya bahkan keberanian untuk mengantarkan ke penerbit pun saya jalani.
Bahagia? Saya tetap bahagia karena saya bisa mewujudkan alam pikiran dan imajinasi saya tanpa batas dan waktu. Namun saya terbentur dengan kewajiban untuk menuntaskan skripsi, niat untuk merevisi novel saya pun terbengkalai hingga hari kelulusan tiba. Saya menyadari menulis dan daya imajinasi adalah kekuatan saya, hal itu yang mengantarkan saya bekerja sebagai Creative di salah satu production house baru yang menfokuskan kisah-kisah dalam format FTV, jenis tayangan yang saya juga merupakan penikmatnya.
Jalur pekerjaan saya pun semakin bertingkat dan mengasah kemampuan saya menulis, tak lagi berkutat di dunia fiksi. Saya masih mempertahankannya sebagai pembacanya saja. Pengalaman menjadi jurnalis di sebuah majalah bilingual anak-anak menjadi pengalaman yang tak kalah seru dan menyenangkannya. Kemudian berlanjut menjadi jurnalis di salah satu majalah muslimah ternama, awalnya saya merupakan pembaca setia yang kemudian ingin terjun di dalamnya. Empat tahun yang bahagia.
Saya baru menyadari kita tidak boleh terlalu mencintai pekerjaan kita melebihi sang Pencipta, karena sewaktu-waktu ia akan tercuri dari kita. Namun tak bisa saya pungkiri disini saya benar-benar jatuh cinta, belajar dan berkesempatan untuk berbicara, bertukar pikiran dengan muslimah dari berbagai macam latar belakang, mulai dari artis, pengusaha, wanita karier hingga wanita inspiratif.
Kemudian saya terjun ke dunia online yang bergerak begitu cepat sebenarny merupakan penjelmaan dari harian surat kabar yang deadline tiada henti. Haruskah saya berubah? Atau menciptakan perubahan? Atau ikut terseret perubahan? Lalu saya disadarkan, mungkin akan datang waktunya saya akan berubah namun tetap dalam track "menulis untuk bahagia" Ingin tulisan bahagia saya? Follow terus blog saya, disini saya akan mengisahkan cerita-cerita bahagia dan yang membuat saya bahagia!
Karena menulis untuk bahagia!
By. TS/2703207/13:03
Commentaires